Urgensi KUHAP Jangan dibajak Oligarki

0
IMG-20250904-WA0148

Derasnews, Jakarta- Menanggapi pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) yang tengah dibahas oleh DPR RI, Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto berharap pembahasan yang tengah dilakukan dapat dipercepat mengingat tingkat urgensi yang ada. Dalam pernyataan sikap SDR yang disampaikan di Jakarta, Rabu (3/9/2025) Hari mengatakan KUHAP yang berlaku sekarang yakni UU No. 8 Tahun 1981 sudah berusia lebih dari 40 tahun. Dalam rentang masa tersebut, tidak sedikit terjadi perkembangan hukum, teknologi, serta kebutuhan perlindungan hak asasi manusia. Perkembangan inilah yang tidak bisa diantisipasi oleh KUHAP sekarang. Pembaruan KUHAP memang mendesak agar sistem peradilan pidana lebih adaptif, akuntabel, dan sejalan dengan standar internasional.
Komisi III DPR RI saat ini tengah menggeber pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP). RUU KUHAP merupakan inisiatif DPR Komisi III DPR periode 2024–2029. Terdapat 2 urgensi yang menjadi alasan revisi KUHAP yang ada. Pertama adalah soal esensi dan kedua adalah untuk mengafirmasi UU No. 1 tahun 2023 tentang KUHP.
“KUHAP yang berlaku sekarang yakni UU No. 8 Tahun 1981 sudah berusia lebih dari 40 tahun. Dalam rentang masa tersebut, tidak sedikit terjadi perkembangan hukum, teknologi, serta kebutuhan perlindungan hak asasi manusia. Perkembangan inilah yang tidak bisa diantisipasi oleh KUHAP sekarang. Pembaruan KUHAP memang mendesak agar sistem peradilan pidana lebih adaptif, akuntabel, dan sejalan dengan standar internasional”, ujar Hari.
Alasan mendesak lainnya yakni pemberlakuan UU No. 1 tahun 2023 tentang KUHP akan mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2026, setelah 3 tahun masa transisi sejak diundangkan pada 2 Januari 2023.
Pemberlakuan ini memungkinkan pemerintah dan masyarakat untuk mempersiapkan diri, termasuk menyusun peraturan pelaksanaan dan melakukan sosialisasi mengenai ketentuan-ketentuan baru dalam KUHP tersebut. Jika menilik dari usia KUHP yang sudah lebih dari 40 tahun, maka pembahasan RUU KUHAP adalah terobosan hukum yang luar biasa. Pebahasan ini mestinya juga mengakomodir perubahan dan perkembangan hukum, sosial, politik selama rentang waktu tersebut. Terutama dalam hal yang berkaitan dengan dunia digital dan disrupsi teknologi.
“Namun, jika menilik dari penetapan UU No. 1 tahun 2023, maka kinerja DPR sangat lamban dalam mengantisipasi pelaksanaan UU tersebut, padahal telah diberi jeda masa 3 tahun. Jeda masa 3 tahun ini tentunya termasuk menyiapkan KUHAP sebagai pedoman teknis pelaksanaan KUHP”, ungkap Hari.
Oleh sebab itu pula SDR mengeluarkan pernyataan sikap resminya terhadap RUU KUHAP, yaitu : 1. Mendukung pembahasan RUU-KUHAP dengan mekanisme yang sesuai konstitusi dan pelibatan masyarakat sipil yang lebih signifikan; 2. Mengingatkan anggota DPR agar tidak menjadikan waktu yang pendek ini sebagai alasan menyusun KUHAP yang asal-asalan dan abal-abal; 3. Mengingatkan kepada DPR dan Presiden tentang adanya indikasi intervensi dan infiltrasi dari kaki tangan oligarki dan koruptor yang akan menggunakan ruang pembahasan RUU-KUHAP ini sebagai medium memecahbelah Aparat Penegak Hukum (APH), dan 4. Mengingatkan kepada kaki tangan oligarki dan koruptor untuk tidak coba-coba melakukan intervensi dan infiltrasi ke dalam pembahasan RUU KUHAP yang dapat berakibat rusaknya tatanan hukum nasional; serta 5. Mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk pasang mata dan telinga secara aktif mengawasi proses pembahasan RUU KUHAP agar tidak disusupi pasal-pasal yang menguntungkan oligarki namun menindas rakyat. (*)

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial
WhatsApp
Tiktok