KMP Desak KPK Segera Memanggil Lukas Enembe Kembali untuk Diperiksa
Derasnews, Jakarta, Konferensi Mahasiswa Papua (KMP) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera melanjutkan prosedur pemanggilan/penangkapan paksa terhadap tersangka Tindak Pidana Korupsi (tipikor) Gubernur Papua Lukas Enembe.
Desakan itu disampaikan dalam aksi unjukrasa didepan gedung KPK, jl. HR. Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jum’at (30/12/2022).
Didalam pernyataan sikap, Kordinator aksi KMP, Moytuer Boymasa menyatakan tidak seharusnya KPK tebang pilih dalam memberantas korupsi. Dan Menteri dalam negeri seharusnya juga menonaktifkan Gubernur Papua Lukas Enembe dengan pejabat sementara, demi percepatan pemulihan sistem dan roda pemetrintahan di Propinsi Papua yang baru saja memekarkan tiga propinsi baru. Selain itu, KMP juga menyatakan dukungannya kepada KPK untuk memberantas semua praktek Korupsi di Papua tidak dengan hukum adat, melainkan tetap pada hukum negara yaitu berdasarkan amanat UU no 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN dan UU Nomor 20 Tahun 2001 perubahan dari UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“KPK jangan tebang pilih, kasus Lukas Enembe tidak boleh di selesaikan dengan hukum adat, KPK harus segera melakukan langkah tegas dan tepat untuk menegakkan keadilan sesuai hukum yang berlaku setara bagi setiap warga negara Indonesia. Kasus ini tidak boleh di selesaikan dengan hukum adat, Lukas harus berhadapan dengan hukum negara karena diduga terlibat dalam tindak pidana suap dan gratifikasi terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua”, ujar Kordinator aksi KMP, Moytuer Boymasa dari rilis tertulis derasnews dapat, Jumat 30.12.2022.
KMP juga menegaskan sikapnya sebagai pemuda dan mahasiswa, generasi penerus tanah Papua kedepan siap mengawal dan mendukung penuh setiap langkah dan kebijakan yang di lakukan oleh KPK terhadap semua kasus Korupsi yang terjadi di atas tanah Papua demi hak dan harga diri orang Papua dan demi pemerataan kesejahteraan dan percepatan pembangunan bagi tanah, masyarakat, dan masa depan Papua.
“Kami pemuda dan mahasiswa tanah Papua adalah pewaris masa depan peradaban di atas tanah Papua, tidak menginginkan sosok dan figur pemimpin yang memberikan contoh tidak baik untuk kami yang akan meneruskan tonggak estafet menuju masa depan Papua. Kami tidak mau mental kami bersemayaam didalamnya karakteristik dan jiwa mafia dan jiwa korup. Kami ingin menjadi generasi penerus peradaban masa depan Papua yang dididik menjadi manusia jujur, manusia adil dan manusia yang memanusiakan manusia atau bermanfaat bagi orang lain,” ungkap Moytuer Boymasa.
[caption id="attachment_11727" align="alignnone" width="720"] Moytuer Boymasa[/caption]
Sebagaimana diketahui publik, kasus Lukas Enembe hingga kini belum kunjung terselesaikan, Lukas Enembe yang diduga terlibat dalam kasus korupsi, belakangan selalu menggunakan alasan sakit untuk tidak memenuhi panggilan. Sementara berbagai informasi mengabarkan jika kerapkali ia kedapatan tengah melakukan hobbynya bermain judi di luar negeri walaupun dalam keadaan sakit. Aktivitas judi Lukas di luar negeri sebelumnya menjadi sorotan setelah temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap setoran tunai Lukas Enembe ke kasino judi sebesar Rp 560 miliar. Dugaan korupsi yang dilakukan Lukas meliputi alokasi janggal anggaran untuk pimpinan Pemerintah Provinsi Papua yang nilainya mencapai ratusan miliar. Selain itu ada juga dugaan penyelewengan dana Pekan Olahraga Nasional (PON) dan dugaan bahwa Lukas memiliki manajer untuk melakukan pencucian uang. Penetapan tersangka terhadap Lukas bukanlah hal yang mendadak, 10 kasus korupsi besar di Papua salah satu kasus tersebut adalah Lukas Enembe. Semua bukti telah di serahkan kepada KPK untuk di kembangkan, namun kasus Lukas belum terselesaikan. Meski sudah jadi tersangka, Lukas Enembe belum memenuhi panggilan meja Penyidik KPK. Dalam penyidikan perkara ini, KPK sebelumnya telah melakukan pemeriksaan saksi-saksi lebih dari 50 orang yang dilakukan di Jayapura, Jakarta, dan beberapa tempat lainnya, namun Lukas Enembe sendiri belum memenuhi panggilan KPK. Dalam UU no 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN ini dijelaskan definisi soal korupsi, kolusi dan nepotisme, yang kesemuanya adalah tindakan tercela bagi penyelenggara negara. UU Nomor 20 Tahun 2001 perubahan UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, telah menjadi landasan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi di tanah air. (*)