Forum Buruh Indonesia Bicara: Kerja Layak, Upah Layak, dan Hidup Layak Gagal Diwujudkan
Derasnews, Jakarta- Sejumlah aktivis buruh menghadiri acara bertajuk Forum Buruh Indonesia Bicara yang diselenggarakan di Lt 3 Gedung DPP FSPMI, Kamis (21/2/2019). Beberapa aktivis tersebut adalah Didi Suprijadi (Ketua PB PGRI/Ketua Majelis Nasional KSPI), Sabda Pranawa Djati (Sekretaris Jenderal ASPEK Indonesia/Sekretaris Jenderal Jamkeswatch), Mundiah (Vice President FSPMI), Samsuri (Wakil Sekretaris PP SPEE FSPMI), Kardinal (Ketua PC SPAI FSPMI). Selain itu, juga hadir aktivis buruh Bekasi, Muhammad Nurfahroji.
Forum ini menjadi ruang bagi kaum buruh untuk menyampaikan gagasan dan pemikirannya. Termasuk menyikapi berbagai isu terkini di dunia perburuhan.
“Kali ini tema yang diangkat adalah kerja layak upah layak dan hidup layak gagal diwujudkan,” kata Muhammad Herveen yang bertindak melaku moderator.
Didi Suprijadi menjelaskan, masih ada guru yang bekerja belasan tahun tetapi hanya digaji 300 ribu. Ini ironis. Sebab terjadi di negara yang memiliki cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun di saat yang bersamaan, nasib guru masih terabaikan.
Bahkan, lanjut Didi, janji untuk mengangkat honorer menjadi ASN juga belum bisa diwujudkan.
Samsuri menyoroti kebijakan pengupahan. Menurutnya, PP 78/2015 adalah biang keladi upah murah. Sejak Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan itu diberlakukan, kenaikan upah dibatasi. Bahkan tidak ada lagi perundingan untuk menentukan upah minimum di daerah, karena besar kenaikan sudah diputuskan pemerintah pusat.
“Karena itu, buruh menuntut agar PP 78/2015 dicabut. Kami akan terus berjuang dan melawam setiap kebijakan yang menghambat kesejahteraan kaum buruh,” tegasnya.
“Kalau upah minimum untuk pekerja lajang saja susah didapat, bagaimana dengan upah buruh yang berkeluarga?” Gugat Samsuri.
Sementara itu, Sabda Pranawa Djati menyoroti masalah jaminan kesehatan. Menurutnya, BPJS Kesehatan gagal mengoptimalkan kepesertaan pekerja formal. Berbagai kebijakan yang belakangan dibuat, bahkan bertentangan dengan UU SJSN dan BPJS.
Jika pekerja formal saja tidak bisa dimaksimalkan kepesertaannya, bagaimana dengan kepesertaan BPJS Kesehatan dari masyarakat umum yang lebih kompleks?
Hal lain yang disoroti Sabda adalah mengenai kepastian kerja. Menurutnya, pelanggaran outsourcing seperti sengaja dilakukan pembiaran. Justru sekarang ada kebijakan pemagangan yang rentan disalahgunakan.
“Kenaikan harga-harga yang paling banyak merasakan dampaknya adalah ibu-ibu,” ujar Mundiah yang merupakan satu-satunya perempuan yang berbicara di dalam forum ini.
Apalagi, kenaikan upah dalam beberapa tahun terakhir ini kenaikan upah relatif kecil. Akibatnya daya beli jatuh. Knaikannya upah tidak mengejar daya beli.
Terakhir, Kardinal menyoroti permasalahan PHK yang banyak terjadi. Bahkan saat ini proses PHK sangat mudah. Tinggal bilang rugi, PHK bisa dilakukan.
Ironisnya ketika melaporkan ke Pemerintah khususnya ke Dinas Tenaga Kerja, nyaris tanpa penyelesaian.
Hal lain adalah mengenai kekebasan berserikat yang relatif berat. Sebab bagaimana mungkin kita bisa berunding dengan maksimal, jika berserikat saja relatif sulit.
Nurfahroji menambahkan, bahwa pemerintah sekarang lebih berpihak pada kapitalis. Hal ini terlihat dengan paket kebijakan ekonomi yang banyak merugikan kaum buruh, khususnya peket keempat yang kemudian melahirkan PP 78/2015. Drz